Wednesday, December 5, 2012

Tawuran Antar Remaja

Fenomena tawuran antar pelajar yang kian marak akhir-akhir ini di sudah bukan sekedar tawuran remaja biasa. Perkelahian beramai-ramai tersebut bukan dengan tangan kosong atau mengandalkan kekuatan, melainkan sudah menggunakan barang-barang atau senjata berbahaya lainnya dan mengarah ke tindakan kriminal karena menelan korban jiwa.
Belum pupus ingatan kita terhadap tawuran antar pelajar SMAN 6 dan SMAN 70 di bundaran Bulungan, Jakarta Selatan, Senin, 24 September 2012, yang menyebabkan seorang siswa SMA 6 tewas, kemarin Rabu 26 September, siswa kelas 3 SMA Yayasan Karya 66 (Yakhe) meregang nyawa seusai tawuran dengan SMK Kartika Zeni, di Jakarta Timur.
Perkelahian antar pelajar bukan persoalan “darah muda” lagi. Sejak masa dulu tetap ada perkelahian, namun sekarang terjadi perubahan besar agresivitas atau keinginan kuat pada remaja itu dipengaruhi kelompok yang biasa menjadi pelaku tawuran. Mereka menjadi berani dan agresif setelah berkelompok di tambah lagi dengan membawa barang-barang atau senjata berbahaya.
Mereka yang terlibat tawuran sudah tidak memikirkan apa-apa lagi selain apa yang harus dikerjakan saat perkelahian itu, yaitu mengandalkan ego per individu untuk “menghabisi” lawannya. Bisa jadi persoalan timbul dikarenakan kurangnya ruang publik dan kreasi untuk remaja.
Pengamat pendidikan Utomo Danan Jaya seperti yang dilansir Kompas (26/9/2012), mengungkapkan, kembali maraknya tawuran antar pelajar dipengaruhi oleh kondisi sosial masyarakat yang terus menggerus karakter para pelajar. Generasi muda disuguhkan informasi yang lebih banyak mempertontonkan tokoh masyarakat yang berperilaku buruk, jauh dari ekspektasi yang seharusnya menjadi teladan. Seharusnya tokoh masyarakat memberi contoh bagaimana cara sopan santun, menghargai sesama, jujur, dan arif. Tetapi yang dipertunjukkan justru sebaliknya.
Membentuk karakter di sekolah, salah satunya menjadi tugas guru. Namun, sayangnya kemampuan guru hanya sebatas menguasai transfer ilmu pengetahuan, bukan penekanan pada metode belajar. “Guru tidak mempelajari materi metode belajar yang dapat mengembangkan karakter pelajar itu,” ungkap Utomo.
Terdapat factor-faktor lain yang berasal dari dalam maupun luar, yaitu internal dan eksternal.
  1. Faktor internal.
yang terlibat perkelahian biasanya kurang mampu melakukan adaptasi pada situasi lingkungan yang kompleks. Kompleks di sini berarti adanya keanekaragaman pandangan, budaya, tingkat ekonomi, dan semua rangsang dari lingkungan yang makin lama makin beragam dan banyak. Situasi ini biasanya menimbulkan tekanan pada setiap orang. Tapi pada remaja yang terlibat perkelahian, mereka kurang mampu untuk mengatasi, apalagi memanfaatkan situasi itu untuk pengembangan dirinya. Mereka biasanya mudah putus asa, cepat melarikan diri dari masalah, menyalahkan orang / pihak lain pada setiap masalahnya, dan memilih menggunakan cara tersingkat untuk memecahkan masalah. Pada remaja yang sering berkelahi, ditemukan bahwa mereka mengalami konflik batin, mudah frustrasi, memiliki emosi yang labil, tidak peka terhadap perasaan orang lain, dan memiliki perasaan rendah diri yang kuat.

      2.Sedangkan faktor eksternal adalah sebagai berikut


Faktor keluarga. Rumah tangga yang dipenuhi kekerasan (entah antar orang tua atau pada anaknya) jelas berdampak pada anak.baik kekerasan dalam fisik maupun keerasan dalam batin. Anak, ketika meningkat remaja, belajar bahwa kekerasan adalah bagian dari dirinya, sehingga adalah hal yang wajar kalau ia melakukan kekerasan pula. Sebaliknya, orang tua yang terlalu melindungi anaknya, ketika remaja akan tumbuh sebagai individu yang tidak mandiri dan tidak berani mengembangkan identitasnya yang unik. Begitu bergabung dengan teman-temannya, ia akan menyerahkan dirinya terhadap kelompoknya sebagai bagian dari identitas yang diciptakan. Seorang anak bukan hanya butuh materi saja, mereka yang kurang merasakan bahagia didalam keluarga sangat membutuhkan perhatian, kasih sayang, kebahagiaan lahir dan batin,dan komunikasi yang sangat erat terhadap kedua orang tuanya. Jadi, anak yang diajak bicara dengan hati kehati yang paling dalam oleh orang tuanya, maka anak akan tersentuh dan mau untuk mengikuti arahan orang tua. Hal tersebut akan ditaatinya, baik didekat kita maupun tanpa kita didekatnya. Hal inilah yang kita tanamkan saling kepercayaan,

Faktor sekolah. Sekolah pertama-tama bukan dipandang sebagai lembaga yang harus mendidik siswanya menjadi sesuatu ataupun bukan hanya menuntut siswa siswi untuk mengejar nilai kognitif saja. Tetapi sekolah terlebih dahulu harus dinilai dari kualitas pengajarannya. Karena itu, lingkungan sekolah yang tidak merangsang siswanya untuk belajar (misalnya suasana kelas yang monoton, peraturan yang tidak relevan dengan pengajaran, tidak adanya fasilitas praktikum, dsb.) akan menyebabkan siswa lebih senang melakukan kegiatan di luar sekolah bersama teman-temannya. Baru setelah itu masalah pendidikan, yang mengakibatkan mereka mendapatkan pengajaran-pengajaran negative dari lingkungan yang buruk. guru jelas memainkan peranan paling penting. Sayangnya guru lebih berperan sebagai penghukum dan pelaksana aturan, serta sebagai tokoh otoriter yang sebenarnya juga menggunakan cara kekerasan dalam “mendidik” siswanya. Untuk meminimalkan tawuran antar pelajar,sekolah harus menerapkan aturan tata tertib yang lebih ketat,lebih mengaktifkan peran BK dalam rangka pembinaan mental siswa,serta membantu menemukan jalan keluar bagi siswa yg mempunyai masalah,menciptakan lingkungan sekolah yg ramah dan penuh kasih sayang.energi yang dimiliki mereka sangat tinggi,sehingga perlu disalurkan lewat kegiatan yang positif sehingga tidak berubah menjadi agresivitas yang berdampak merugikan.


Faktor lingkungan. Lingkungan di antara rumah dan sekolah yang sehari-hari remaja alami, juga membawa dampak negatif terhadap munculnya perkelahian. Misalnya lingkungan rumah yang sempit dan kumuh, adanya gangguan dari orang-orang sekitar, dan anggota lingkungan yang berperilaku buruk (misalnya narkoba). Begitu pula sarana transportasi umum yang sering menomor-sekiankan pelajar. Juga lingkungan kota yang penuh kekerasan. Semuanya itu dapat merangsang remaja untuk belajar sesuatu dari lingkungannya, dan kemudian reaksi emosional yang sangat agresif yang berkembang mendukung untuk munculnya perilaku berkelahi.
ANALISIS SWOT

1. Kekuatan ( strength )


o Kelompok pelajar sering disebut geng adalah sumber kekuatan kelompok untuk mencari nama dan memperkenalkan bahwa kelompok atau gengnya sangat di kagumi karena bernyali besar dan tiada tanding.


o Dengan emosi yang mudah terhasut dan bisikan dari teman-teman sebaya, hanya utuk mendapatkan julukan jagoan cara kekerasan pun akan di tempuh, rasa keyakinan yang kuat untuk menjadi seseorang yang kuat dan di takuti.


o Mengharumkan nama sekolah, namun cara yang di pakai salah, cara perkelahian atau tawuran lah yang dipakai utuk mengharumkan nama sekolah dan menjadikan sekolah menjadi no satu.


o Tidak merasa laki-laki jika tidak ikut tawuran, prinsip itu lah yang ditanamkan dalam hati kaula muda, ia pun akan merasakan kebanggannya tersendiri jika ikut adil dalam tauran, dan membuktikan dirinya bukanlah seorang yang pengecut.
2. Kelemahan ( weakness )

o Emosi dan cara yang berfikir atau penafsiran yang tidak benar dan menganggap kekeraslah diatas segalanya yang membutakan pikiran untuk menyelesaikan masalah.


o Remaja adalah suatu proses untuk menentukan jati diri yang sebenarnya, namun remaja pula belum bisamenentukan arahan yang benar dikarenakan mental atau jiwa yang terdapat dalam dirinya tidak bias terkontrol, hal ini yang membuat emosi yang cepat naik.


o Peran penting keluarga dalam membangun psikologi anak adalah shock terapi yang sangat positif untuk membangun anak menjadi positif akan tetapi keharmonisan keluargapun bisa jadi boomerang untuk perkembangan anak.


o Sarana sekolah adalah sarana yang memungkinkan tawuran yang semakin semarak, karena siswa sering
3. Peluang ( opportunity )

o Pergaulan bebas, sangat mendukung remaja untuk bergaul dengan bebas tanpa ikut serta peranan siapapun, akibat dari kumpul bersama teman-temannya dan melakukan perbuatan anarkis karena percaya diri dengan dibantu oleh temannya.


o Kurangnya mendapat bimbingan, merupakan faktor penting dalam perkembngan psikologis remaja.


o Luput dari perhatian kelurga, faktor terpenting mengarahkannya kepada hal yang positif, kurangnya kasih sayang dan perhatian dari keluarga membuat remaja tidak bisa mengontrol dirinya sendiri.


o Rasa ingin menjadi yang terkuat manjadikan kelompok yang tidak di padang sebelah mata, mencari wilayah kekuasaan ditakuti oleh semua kelompok itu adalah tujuan dari generasi peneus bangsa sekarang ini.
4. Hambatan ( threats )


o Kurangnya sosialisasi dari sekolah, tentang bahaya tawuran dan akibat yang di timbulkan dari tawuran tersebut akan merugikan banyak orang dirinya, keluarganya, dan orang lain.


o Minimnya peraturan yang ketat, disiplin atau hanya sanksi-sanksi kecil saja, tidak adanya peraturan yang membuat anak sekolah jera, itulah yang memungkinkan anak sekolah sering membawa senjata tajam ke sekolah.


o Tidak adanya kerja sama keluarga dengan sekolah, orang tua atau keluarga pun harus ikut serta untuk membimbing.


o Tradisi yang turun temurun, tawuran semakin terus berkembang semakin pesat Tawuran pun dijadikan sebagai tradisi remaja.
Cara Mencegah Tawuran Antar Pelajar : 
Para Siswa wajib diajarkan dan memahami bahwa semua permasalahan tidak akan selesai jika penyelesaiannya dengan menggunakan kekerasan.
Lakukan komunikasi dan pendekatan secara khusus kepada para pelajar untuk mengajarkan cinta kasih.
Pengajaran ilmu beladiri yang mempunyai prinsip penggunaan untuk menyelamatkan orang dan bukan untuk menyakiti orang lain.
Ajarkan ilmu sosial Budaya, ilmu sosial budaya sangat bermanfaat untuk pelajar khususnya, yaitu agar tidak salah menempatkan diri di lingkungan masyarakat.
Tindakan kekerasan pasti akan menular, Pihak yang berwenang haruslah tegas memberikan sanksi untuk pelaku tindak kekerasan.

No comments:

Post a Comment